Home » » Memburu Harta Karun Suharto

Memburu Harta Karun Suharto

Written By Unknown on Minggu, 24 Februari 2008 | Minggu, Februari 24, 2008

Setelah hampir satu dasawarsa perkara kasus dugaan korupsi mantan penguasa orde baru, Soeharto yang nilainya mencapai Rp 1,4 trilyun dan 416 juta dolar Amerika itu, belum juga terselesaikan. Padahal empat presiden silih berganti. Bahkan dapat dikatakan, kasus Soeharto merupakan simbol paling kuat dari diskriminasi hukum. Sebab kasusnya dibiarkan mengambang tanpa ada penuntasan sejak 10 tahun terakhir ini. Apalagi sejumlah politisi ikut memperkeruh masalah ini.
Padahal berkas perkara setebal 3.500 halaman yang berisi dugaan “dosa-dosa” korupsi Soeharto, sudah sejak tahun 2000 ada di tangan jaksa dan hakim sejak tahun 2000. Berkas itu terdiri dari tiga bundel. Bundel pertama setebal 2.500 halaman berisi berkas perkara tindak pidana korupsi. Bundel kedua setebal 800 halaman berisi daftar adanya benda sitaan dan barang bukti. Dan bundel ketiga, yang tebalnya 200 halaman berisi Ketetapan MPR dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yayasan-yayasan.
Sedikit merunut kebelakang, Upaya pengusutan terhadap kasus pidana dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto di awali pada saat pemerintahan Presiden Habibie. Tim dari Kejaksaan Agung yang waktu itu dipimpin Andi M Ghalib menemukan indikasi penyimpangan penggunaan dana yayasan-yayasan yang dikelola Soeharto, dari temuan tersebut didasarkan atas anggaran dasar dari lembaga-lembaga tersebut. Kejaksaan menduga, mantan Presiden Soeharto telah melakukan tindak korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun. Tapi 11 Oktober 1999, pemerintah menyatakan tuduhan korupsi Soeharto tak terbukti karena minimnya bukti. Kejagung kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus Soeharto. Jaksa Agung Andi M Ghalib pada saat itu menyatakan, keputusan presiden yang diterbitkan mantan presiden Soeharto, sudah sah secara hukum. Kesalahan terletak pada pelaksanaannya.

Padahal pada 21 November 1998, Presiden Habibie sempat mengusulkan pembentukan komisi independen mengusut harta Soeharto. Tapi, usulan ini kandas. Akan tetapi Presiden Habibie tidak menyerah tepat 2 Desember 1998 Presiden Habibie mengeluarkan Inpres No. 30/1998 tentang pengusutan kekayaan Soeharto.
Pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, pemerintah membuka kembali pemeriksaan kekayaan Soeharto. Melalui Jaksa Agung yang baru, Marzuki Darusman mencabut SP3 terhadap Soeharto, walaupun sempat ada perlawanan dari kuasa hukum Soeharto, namun keputusan Jaksa Agung berhasil dikuatkan dengan ditolaknya gugatan praperadilan Soeharto atas pencabutan SP3 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Soeharto akhirnya dinyatakan sebagai tersangka atas penyalahgunaan uang dana yayasan sosial yang dipimpinnya, pada 31 Maret 2000. Walaupun baru pada 3 Agustus 2000, Soeharto secara resmi ditetapkan sebagai tersangka. Namun sejak ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan kota maupun rumah, Soeharto tidak pernah menunjukan batang hidungnya ke aparat kejaksaan maupun di persidangan. Alasannya, karena yang bersangkutan sakit.



Akan tetapi, harapan dari masyarakat untuk dapat menuntaskan kasus dugaan korupsi kepada Soeharto kembali kandas. Puncaknya 28 September 2000, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Lalu Mariyun menetapkan penuntutan perkara pidana Soeharto tidak dapat diterima dan sidang dihentikan. Alasannya, tim dokter penguji yang diketuai Prof Dr dr M Djakaria SpR menyimpulkan bahwa Soeharto mengalami sakit permanen. Sehingga ditinjau dari fisik maupun mentalnya tidak layak untuk disidangkan. Selain itu, Majelis juga membebaskan Soeharto dari tahanan kota.

Karena sudah berlarut, Di masa Jaksa Agung Abdulrahman Saleh yang diangkat SBY sejak 2004 ini, kemudian bersikap. Akhirnya Arman panggilan akrab Abdulrahman Saleh, mengambil langkah Surat Ketetapan Perintah Penghentian Penuntutan (SKP3). Alasannya, karena kasus ini selalu dikembalikan oleh pengadilan. Menurut pengakuan Arman, saat masuk ke Kejagung kasus Soeharto memang sudah ruwet. Karena setelah mengecek file-file kasus Soeharto sudah disidangkan pada tahun 2000. Tapi ternyata kasus ini selalu dikembalikan. Dengan alasan Soeharto sakit. Memang didalam KUHAP, SKP3 bisa dibuka lagi, kalau orangnya sembuh. Sekarang ini Soeharto justru telah meninggal, jadi bagaimana negara dapat memperoleh kekayaan Negara yang telah terampas.
Celah itu saat ini sedang di upayakan oleh pemerintah, sekalipun menurut mantan Jaksa Agung Abdurahman, masalah pidana sudah putus alias Soeharto tidak bisa disidangkan, tapi tetap saja urusan perdata menyangkut sejumlah yayasan tetap saja terus bergulir. Sebab dalam masalah perdata, kasus ini bisa diwakilkan oleh ahli warisnya, yakni anak-anak Soeharto.
Apabila aparat penegak hukum Indonesia, mempunyai keinginan serius untuk mencari jejak pundi-pundi kekayaan keluarga mantan Presiden HM Soeharto, saat ini merupakan saat yang tepat untuk menguaknya. Sebelum meninggal, sangat sulit untuk ditaksir secara pasti berapa nilai total kekayaan keluarga Soeharto. Namun hal tersebut sepertinya, akan terkuak sebentar lagi. Masyarakat mungkin akan terkejut dengan kabar di balik gonjang-ganjing kasus perceraian Bambang Trihatmodjo dan Halimah Agustina Kamil. Karena disinyalir, harta gono-gini yang harus dipilah anggota keluarga Cendana itu mencapai Rp 14 triliun.
Jumlah spektakuler itu belum termasuk beberapa aset lain berupa uang, saham, properti, dan perusahaan milik putra-putri keluarga Cendana lainnya seperti Mbak Tutut, Sigit, Titiek, Tommy, dan Mamiek Soeharto. Memang belum ada taksiran resmi mengenai nilai yang pasti mengenai harta Keluarga Soeharto tersebut. Namun pengacara Halimah, Lelyana Santosa, pernah mengungkapkan kepada media, bahwa data tersbut valid, bahkan Lelyana juga mengungkapkan bahwa semua itu merupakan asset murni dan sudah dikurangi dengan utang keluarga Bambang-Halimah.
“Paling tidak, dari keyakinan klien saya,” ujarnya, “Itu semua asset murni, sudah dikurangi dengan utang”.
Dulu, nilai kekayaan keluarga Cendana yang ditengarai berjumlah triliunan rupiah cuma dianggap gosip dan rumor. Kini, semua itu diyakini publik mendekati fakta. Bukan lagi sekadar isapan jempol. Kasus percerian Bambang-Halimah, dapat menjadi momentum untuk membuka tabir gelap, nilai harta keluarga Soeharto sesungguhnya. Melihat harta Bambang yang begitu “spektakuler”, membuat Kejaksaan Agung pun menyiapkan jurus-jurus jitu untuk menjadikan putra-putri mantan Presiden HM Soeharto sebagai “ahli waris” perkara perdata mendiang penguasa Orde Baru itu.
Lalu, siapakah yang mau jadi ahli waris perkara almarhum Pak Harto? Haruskah semua anaknya menanggung beban? Lantas bagaimana dengan para kroninya yang justru banyak menikmati limpahan kue ekonomi hasil KKN itu? Mampukah Jaksa Agung Hendarman Supandji menuntaskan kasus yang sudah hampir sepuluh tahun menggantung ini?
Sebelum meninggal, Soeharto digugat oleh negara melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN) atas dugaan penyalahgunaan dana Yayasan Beasiswa Supersemar. JPN menilai Soeharto memerintahkan penggunaan dana yayasan tidak untuk keperluan pendidikan, tetapi untuk keperluan berbagai perusahaan. Atas hal tersebut, JPN menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun.
Kejaksaan Agung sendiri melalui JPN, telah secara resmi mengajukan enam nama ahli waris mantan Presiden HM Soeharto (alm) dalam perkara gugatan perdata mantan Presiden Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada sidang hari Selasa 12 Februari 2008 lalu.
Dalam sidang tersebut, tim JPN mengajukan enam anak Soeharto sebagai ahli waris dalam gugatan perdata tersebut. Menurut Dachmer Munthe, kejaksaan membawa surat dari kelurahan setempat. Jaksa membacakan surat data keluarga almarhum Soeharto dan almarhum Tien Soeharto tertanggal 6 Februari yang ditandatangani Lurah Gondangdia, HM Herlambang. pejabat yang berwenang di wilayah di mana keluarga Soeharto bertempat tinggal
Dalam surat itu, tercatat nama enam anak Soeharto, yakni Siti Hardiyanti Rukmana, Sigit Hardjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Soeharto, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih. “Pengadilan memanggil ahli waris tergugat satu (mantan Presiden Soeharto) atau kuasa hukumnya,” kata Dachamer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munthe mengatakan, keenam orang tersebut diharapkan ikut menanggung kewajiban Soeharto dalam perkara perdata yang sedang berjalan. Dachmer menegaskan, keenam anak Soeharto dapat dibuktikan secara hukum bisa menjadi ahli waris Soeharto. Dachmer menyadari ada kemungkinan keenam orang tersebut menolak menjadi ahli waris. Penolakan menjadi ahli waris, katanya, harus disertai penolakan penerimaan harta waris. “Jangan menerima hak,” kata Dachmer menegaskan. Lebih lanjut Dachmer juga mengatakan, jika ahli waris tidak datang maka mereka bisa diwakili oleh kuasa hukumnya. “Tidak harus secara fisik datang,” ujarnya.
Setelah JPN mengajukan nama ahli waris untuk melanjutkan perkara, akhirnya majelis hakim yang diketuai oleh Wahjono memerintahkan kepada JPN untuk memberikan surat keterangan agar segera dapat dikirimkan surat panggilan kepada ahli waris, pada hari itu juga, hal tersebut, supaya dalam persidangan selanjutnya sudah bisa dihadirkan.
Pemanggilan dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Jakpus karena ke-enam anak Soeharto berdomisili di Jakarta Pusat. Namun para ahli waris atau pengacara yang mewakilinya tetap menghadiri sidang di PN Jaksel.
Menanggapi hal itu, kuasa Yayasan Beasiswa Supersemar, Juan Felix Tampubolon, mengatakan belum ada pembicaraan dalam keluarga tentang siapa yang akan menjadi wakil dalam persidangan nanti dan jika ada penolakan anak-anak Soeharto sebagai ahli waris tidak dapat dicampuradukkan dengan penolakan harta waris.
Penolakan sebagai ahli waris berarti penolakan kewajiban dalam perkara perdata. Sedangkan harta waris Soeharto adalah ruang lingkup pribadi yang terpisah dari perkara yang sedang berjalan. “Itu tidak dapat disatukan,” katanya.
Felix mengatakan, kehadiran dirinya pada sidang tersebut dalam kapasitasnya mewakili Yayasan Supersemar karena kuasa yang dipegang dari Soeharto gugur seiring meninggalnya pemberi kuasa. “Sekarang saya mewakili Yayasan Supersemar karena kuasa dari tergugat I kan sudah gugur,” ujar Felix.
Felix juga tidak mempermasalahkan data yang diajukan oleh JPN tentang para ahli waris Soeharto yang ditandatangani oleh Lurah Gondangdia. “Kalau keterangan tentang ahli waris itu cukup dari kelurahan. Kalau terjadi pertikaian, baru harus penetapan pengadilan. Yang ditunjukkan di muka sidang itu hanya data tentang keluarga Pak Harto,” kata Felix.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah melayangkan surat pemanggilan kepada enam anak Soeharto, yang ditetapkan sebagai ahli waris mantan presiden itu, untuk menghadiri persidangan kasus perdata yang melibatkan almarhum ayah mereka pada 19 Februari lalu, surat panggilan untuk ahli waris Soeharto sudah dikirim hari Rabu 13 Februari 2008.
Surat pemanggilan tersebut, selanjutnya, didelegasikan ke pihak Juru Sita PN Jakarta Pusat. Hal itu karena lokasi tempat tinggal para ahli waris berada di luar wilayah Jaksel. Sehingga PN Jaksel mengutus kurir untuk menyampaikan surat pemanggilan itu ke Juru Sita PN Jakpus.
Mengenai hal teknis, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Efran Basjuning berharap agar para ahli waris bersedia memenuhi panggilan tersebut. Sehari sebelum sidang dimulai, pihak PN Jaksel akan menerima perihal hasil berita pemanggilan tersebut dari PN Pusat. “Kita juga mendelegasikan pemanggilan ke pihak kelurahan setempat, bila ternyata pihak ahli waris bertele-tele atau sedang tidak ada dirumah. Namun sehari sebelum sidang, berita pemanggilan itu harus sudah ada,” jelas Efran. Sidang perkara perdata Yayasan Beasiswa Supersemar yang melibatkan Soeharto itu digelar 19 Februari 2008 dengan menghadirkan ahli waris mantan penguasa orde baru tersebut untuk meneruskan kewajiban hukum ayahnya.
Ia menambahkan, dalam waktu tiga hari menjelang pelaksanaan sidang, anak-anak pak Harto tersebut dapat memutuskan kehadirannya dalam persidangan. Lebih lanjut dikatakan, jika pemanggilan tersebut tidak dipenuhi keenam anak Soeharto itu, akan dibuat pemanggilan kedua. Sementara jika para ahli waris ternyata memberi jawaban secara tertulis, maka majelis hakim sidang yang memutuskan bagaimana selanjutnya. Sekedar catatan, jika kasus korupsi ini berhasil dibuka, Hendarman Supanji akan tercatat sebagai orang tersukses dalam sejarah hukum di Indonesia karena mampu menuntaskan kasus korupsi.
Taken from : IMC Jakarta
Share this article :

0 Your Comment :

Posting Komentar

News & Updates

Baca PostingBaca update terbaru via RSS FEED
Baca Lewat e-mailPengertian RSS FEED?

Daftarkan E-Mail Anda untuk Update terbaru Eko Priyanto Weblog's Serta Tips & Trick Web Design!

Follower

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Eko Priyanto Weblog's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger